PCIM Muhammadiyah Mesir - Persyarikatan Muhammadiyah

 PCIM Muhammadiyah Mesir
.: Home > Berita > LARANGAN BID'AH DALAM Agama (HADITS NO. 5)

Homepage

LARANGAN BID'AH DALAM Agama (HADITS NO. 5)

Senin, 03-07-2017
Dibaca: 2544

Hadits kelima dalam kitab Hadits Arba’in Nawawi, berisi tentang larangan bid'ah dalam agama. Hadits tersebut merupakan hadits Shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (No. 2550) dan Imam Muslim (No. 1718).
 
Menurut Imam Ibnu Daqiq al 'Id, yang dimaksud dengan 'radd' yaitu 'mardud' atau tertolak. Jadi segala sesuatu yang bukan berasal dari Nabi Saw., atau tidak pernah diajarkan oleh beliau semuanya tertolak dan disebut bid'ah.
 
Secara umum, bid'ah adalah segala sesuatu perilaku yang tidak dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw.. Sedangkan pengertian Bid'ah secara khusus adalah segala bentuk ibadah yang tidak disyariatkan oleh Rasulullah Saw.. Hukum bid'ah adalah haram, namun bid'ah yang haram itu adalah bid'ah dalam soal ibadah sebagaimana dikatakan dalam kaidah fikih bahwa "hukum asal dari ibadah adalah haram". Adapun bid'ah yang bukan ibadah hukumnya boleh karena dalam kaidah fiqih dikatakan "hukum asal dari segala sesuatu (muamalah, adat, non-ibadah) adalah boleh."
 
Namun, perlu di pahami bahwa tidak semua hal yang baru disebut bid'ah. Prof. Dr. Ali Jum'ah dalam tulisannya menjelaskan bahwa ada dua cara yang digunakan para ulama untuk mendefinisikan bid'ah menurut syariat:
1. Segala hal yang tidak pernah dilakukan Nabi SAW adalah Bid'ah
Pandangan ini dimotori oleh Al Izz bin Abdussalam (ulama madzhab Syafi'i), beliau menganggap bahwa segala hal yang tidak pernah dilakukan Nabi SAW sebagai bid'ah. Makna tersebut juga dikatakan oleh Imam An-Nawawi yang berpendapat bahwa segala perbuatan yang tidak pernah ada di zaman Nabi dinamakan bid'ah, akan tetapi hal itu ada yang baik dan ada yang kebalikannya/buruk. (lihat Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al Asqalani. Juz 2.h. 394). 
 
2. Cara kedua yang ditempuh para ulama untuk mendefinisikan bid'ah adalah: menjadikan pengertian bid'ah secara syariat lebih khusus dari pengertiannya secara bahasa, sehingga istilah bid'ah hanya berlaku untuk suatu perkara yang tercela saja. Cara kedua ini membatasi istilah bid'ah pada suatu amal yang diharamkan saja. Cara kedua ini diusung oleh Ibnu Rajab Al Hambali, beliau pun menjelaskan bahwa bid'ah adalah suatu perbuatan yang tidak memiliki dasar syariat yang menguatkannya, tapi jika suatu perbuatan memiliki dasar syariat yang menguatkannya maka tidak dinamakan bid'ah, sekalipun hal itu bid'ah menurut bahasa. (lihat Jami' Al Ulum Wa Al Hikam h. 223). Inilah makna yang dimaksud dari sabda Nabi SAW,
‫كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ‬
"Setiap perbuatan bid'ah itu sesat."
 
Oleh : Amastasya Dhyaz P (Anggota Kajian Jum'at Sore PCIM Mesir)

Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website