PCIM Muhammadiyah Mesir - Persyarikatan Muhammadiyah

 PCIM Muhammadiyah Mesir
.: Home > Sejarah

Homepage

Sejarah

 Muhammadiyah tidak hanya berkutat pada skala nasional saja, namun juga merambah dunia internasional. Perkembangan Muhammadiyah dalam skup ini tidak bisa dipandang sebelah mata, hingga saat ini (Agustus 2008) terhitung ada 11 Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) di luar negeri. Strategi ini bisa dibilang lompatan besar dalam pematangan kader dan usaha pembinaan masyarakat secara tidak langsung.

PCIM yang pertama kali didirikan terletak di Kairo, Mesir. Saat itu Din Syamsuddin, Haedar Nashir, beserta beberapa tokoh Muhammadiyah lain datang khusus untuk meresmikan PCIM pertama di luar negeri. Tepat tanggal 18 Ramadhan 1423 H yang bertepatan dengan 23 November 2002 M, PCIM Kairo resmi masuk dalam struktur keorganisasian Muhammadiyah melalui SK PP Muhammadiyah nomor 137/KEP/I.0/B/2002.

Pembentukan PCIM kemudian sempatmandek selama dua tahun. Baru kemudian pada tahun 2005, PCIM Iran dikukuhkan melalui SK PP Muhammadiyah nomor 83/KEP/I.0/B/2005. Pada periode-periode selanjutnya pembentukan PCIM di luar negeri menjadi marak. Dalam kurun waktu tiga tahun, tak kurang dari sembilan PCIM luar negeri dibentuk.

7 Januari 2006, PCIM Sudan diresmikan. Di penghujung tahun yang sama, Prof. Din Syamsudin selaku ketua umum PP Muhammadiyah mentahbiskan M. Suryo Alinegoro sebagai Ketua PCIM Belanda setelah salat Jumat tanggal 8 Desember. PCIM Jerman, Inggris, Libya dan Kuala Lumpur disahkan masing-masing pada 22 Januari, 23 Maret, 19 Mei dan 18 Juli 2007. Selang setahun kemudian, PCIM Perancis, Amerika Serikat dan Jepang menyusul.

Di atas kertas memang pendirian PCIM di luar negeri baru terjadi selama enam tahun terakhir sepanjang 96 tahun usia Muhammadiyah, namun sebenarnya para kader Muhammadiyah di masing-masing negara telah merintis perkumpulan jauh sebelum wadah resmi terbentuk. “Sebagai contoh saja, pada awalnya keberadaan teman-teman Muhammadiyah di Mesir ini terhimpun dalam sebuah wadah yang disebut dengan BBC (Bulan Bintang Community) yang waktu itu menghimpun bukan saja teman-teman Muhammadiyah, tapi semua yang berorientasi pemikiranishlâhiy atau pembaharuan. Jadi masuk di sana teman-teman Persis juga Masyumi. Itu sudah ada sejak awal 80-an. Kemudian sekitar pertengahan 80-an perkumpulan tersebut berubah nama menjadi IKMM (Ikatan Keluarga Mahasiswa Muhammadiyah). Periode ini berlangsung sampai awal 90-an, sekitar 10 tahun, baru kemudian berubah menjadi IKM sampai 2002. Nah, baru kemudian diresmikan menjadi PCIM,” urai Sutrisno Hadi, yang saat ini tengah menyelesaikan program Magisternya di Universitas Al-Azhar Ini.

 

Seiring dengan pesatnya perkembangan PCIM, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin menekankan tiga fungsi pokok lembaga perwakilan Muhammadiyah di luar negeri:

Peran pertama sekaligus peran utama PCIM adalah mencetak kader-kader yang dibutuhkan nantinya demi keberlangsungan regenerasi persyarikatan. “Jadi peran strategis PCIM adalah karena dia merupakan wadah kaderisasi persyarikatan. Terutama untuk mengisi bidang-bidang ilmu-ilmu syar‘iyang dibutuhkan oleh Muhammadiyah. Karena Muhammadiyah itu banyak anggotanya dan membutuhkan orang-orang yang semacam ahli dalam bidang agama, begitu juga dengan bidang lain,” ungkap Cecep Taufiqurrahman, S.Ag. 

Peran kedua adalah peran mediasi, baik antara PP maupun lembaga-lembaga persyarikatan di Indonesia dengan instansi atau tokoh-tokoh di luar negeri.

Sedang peran ketiga adalah peran pembinaan kader. Hal tersebut dirasa cukup penting karena PCIM dinilai sebagai wadah yang menjadi lumbung kaderisasi bagi ulama dan cendekiawan Muhammadiyah di masa depan.

Pendirian Pimpinan Cabang Istimewa sendiri merupakan salah satu program Lembaga Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri (LHKLN). Namun begitu, sebagaimana dilansir dari website resmi Muhammadiyah—www.muhammadiyah.or.id—saat ini program tersebut masih dalam tahap pembukaan jaringan luar negeri, belum menyentuh tahap kerjasama program.

Saat Sidang Tanwir dilangsungkan tahun 2007 lalu, sempat terjadi koordinasi antara LHKLN dan PCIM-PCIM internasional. Di sana utusan dari masing-masing PCIM berinisiatif untuk menjalin komunikasi via internet. Dengan langkah ini diharapkan silaturahim yang terbangun dapat menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi maslahat umat Islam.

 

Manifestasi Gerakan Muhammadiyah Internasional 

Sebagai bentuk manifestasi visi dan misi Muhammadiyah, masing-masing PCIM mencanangkan kegiatan di segala bidang. Sesuai dengan tantangan yang dihadapi di daerah masing-masing sekaligus potensi yang dimiliki oleh PCIM itu sendiri, baik di bidang sosial, ekonomi, maupun religi. PCIM Kuala Lumpur di Malaysia misalkan, akhir Juli lalu mengadakan turba (turun ke bawah) yang dipimpin langsung oleh Ketua Umum PCIM Kuala Lumpur Assoc. Prof. Dr. H. Muhammad Achyar Adnan. Dalam kesempatan tersebut, para TKI mengajukan keinginan mereka untuk membentuk usaha sendiri sebagai bekal bila nanti pulang ke Indonesia. Keinginan tersebut disambut baik oleh Achyar yang juga Dosen Ekonomi di UIA/IUM. Selain kegiatan sosial tersebut, turba juga dihiasi dengan pengajian mengenai Isra’ Mi’raj oleh H. Sulton Kamal, S.Ag.

 

Selain ketiga bidang di atas, PCIM tidak lantas mengabaikan segi lain dalam kehidupan berbangsa. Selepas menghadiri World Religious Leader Summit di Jepang, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin pada awal Juli sempat berkunjung ke PCIM di sana. Dalam pertemuan tersebut dibahas upaya dialog antar agama di dunia, situasi politik nasional, serta wacana untuk menaikkan anggaran pendidikan.

 

Lain lubuk lain belalang, lain di Jepang lain pula di Amerika. Di Amerika, kader-kader Muhammadiyah yang tergabung dalam PCIM sering mengadakan beberapa aktivitas kajian dan diskusi. Tak jauh beda dengan Amerika, PCIM di Inggris Raya menunjukkan concern-nya terhadap dunia keilmuan melalui kajian rutin yang diadakan setiap hari Sabtu. Menurut Wakil Ketua PCIM Inggris Raya, Viza Ramadhani, diskusi ini dilakukan secara online via Yahoo Messenger. Setiap orang dapat berpartisipasi hanya dengan memasukkan id pengurus.muhammadiyah dalam kontak Yahoo-nya.

 

Sepak Terjang PCIM Kairo 

Jika demikian halnya PCIM di negara lain, lantas bagaimana dengan PCIM Kairo? Apakah harus mencontoh program PCIM lain? “Kalau di Mesir tidak seperti itu tantangannya. Di sini tantangannya adalah bagaimana pendalaman ilmu-ilmu keagamaan,” ujar Cecep Taufiqurrahman, S.Ag. “Kita tidak perlu bicara Islam kepada masyarakat Arab, yang kita perlu adalah bagaimana kita mengambil sesuatu dari masyarakat Arab ini untuk kepentingan Islam dan Muhammadiyah,” imbuhnya.

 

Karena itu tidak heran apabila kegiatan PCIM Kairo lebih dititikberatkan pada penguasaan dan pendalaman materi-materi keislaman. Selain bagi peningkatan diri, para kader juga diharapkan dapat memberikan sumbangsih kepada persyarikatan sesuai dengan bidang keilmuannya.

  

Menginjak usianya yang keenam, PCIM Kairo telah melalui beberapa periode. Tahun pertama setelah disahkan, target PCIM Kairo adalah penguatan eksistensi dan sosialisasi kepada masyarakat indonesia di Mesir dan lingkungan Muhammadiyah. Periode selanjutnya, PCIM lebih banyak melakukan aktivitas sebagai program PCIM setelah diakui secara resmi oleh PP Muhammadiyah. Sedang dua periode terakhir, PCIM diproyeksikan tidak hanya untuk diakui namun juga diperhitungkan eksistensinya oleh berbagai kalangan dan lembaga baik di Indonesia maupun di Mesir. Di samping itu juga diusahakan agar PCIM dikenal oleh warga Muhammadiyah dari tingkat pusat hingga ranting. Maksud ini mendapatkan momentum saat Sidang Tanwir 2007.

 

Selama enam tahun itu pula PCIM Kairo telah memberikan sumbangsih kepada masyarakat Indonesia di Mesir ini, diantaranya dengan menerbitkan buku-buku dan majalah, “Orang luar tidak akan melihat bahwa itu sebagai hasil karya PCIM, tapi karya masisir secara keseluruhan. Dan dalam hal ini PCIM sudah memberikan kontribusi,” kata sosok yang akrab dipanggil Mang Cecep ini. Di samping itu, aktifnya kader-kader PCIM Kairo di berbagai organisasi mencerminkan peran PCIM dalam pergerakan mahasiswa.

 

Untuk periode-periode selanjutnya, Sutrisno Hadi, S.Ag. menuturkan PCIM harus melihat agak ke dalam, “artinya bagaimana caranya agar eksistensi Muhammadiyah yang sudah besar dibuktikan dengan keberadaan kader-kader yang kuat dan terorganisir di bawah. Bagaimana menguatkan mentalitas mereka, bagaimana menguatkan ideologi Muhammadiyah yang ada pada mereka., sehingga memang betul-betul memahami arah dan maksud beraktivitas di Muhammadiyah. Oleh karena itu PCIM Kairo perlu mengoptimalkan kegiatan-kegiatan pengkaderan, baik yang bersifat formal, seperti FORMAT (Forum Kader Umat) dan BA (Baitul Arqam), maupun perkaderan yang non-formal seperti di kajian-kajian rutin, Dakwah Jamaah, kepanitiaan dan sebagainya”. Wa'Llahu a'lam bi al-shawâb.


Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website